Minggu, 07 April 2013

Santo Yosef


SANTO YOSEF

Sejak abad pertengahan, sebagai suami Maria dan orang tua asuh Yesus, Santo Yosef sangat dihormati dan dikasihi oleh umat Katolik. Di dalam doa Litani kepada Santo Yosef, ia dilukiskan sebagai pelindung para pekerja, keluarga, perawan, orang-orang sakit dan orang-orang yang sudah meninggal. Ia juga didoakan sebagai pelindung para bapa keluarga, peziarah, imam, religius laki-laki dan perempuan. Bahkan ia juga dijadikan sebagai pelindung fakir miskin, Ia dihormati sebagai tokoh rohani.

Di dalam iman Gereja Katolik, sosok dan peran Santo Yosef tidak dapat dipisahkan dari hubungannya dengan Santa Perawan Maria sebagai istrinya dan dengan Yesus sebagai anak asuhnya. Sebagai suami Maria, Yosef diperkenalkan oleh Penginjil Matius sebagai keturunan Daud. Karena itu, Yesus juga diakui sebagai keturunan raja Daud bahkan Yesus disebut sebagai Anak Daud. Sebagai seorang yang tulus hati, ketika mengetahui Maria tunangannya sudah hamil dengan diam-diam Yosef bermaksud membatalkan pertunangannya dan menceraikan Maria. Ia tidak ingin Maria menderita dipermalukan di depan umum. Tetapi di dalam mimpi, malaikat Tuhan menampakkan diri kepadanya dan menyampaikan rahasia siapa sesungguhnya anak yang dikandung Maria. Di dalam mimpi yang lain, Matius mengisahkan malaikat Tuhan memerintahkan Yosef supaya membawa Maria dan Yesus anaknya yang sulung mengungsi ke Mesir dan kembali lagi ke Nazaret sesudah Raja Herodes wafat (Mat 2:13-23).

Sedang Penginjil Lukas mengisahkan perjalanan yang panjang dan melelahkan Yosef dengan Maria tunangannya yang sedang mengandung dari Nazaret menuju Betlehem, kota Daud untuk ikut sensus. Di Betlehem inilah, Maria melahirkan anaknya yang sulung (Luk 2:4-7). Lukas memperkenalkan Yosef dan Maria sebagai orang tua Yesus (Luk 2:27). Selanjutnya, Lukas menceriterakan ketika genap usia delapan hari, Yosef dan Maria membawa Yesus ke Bait Allah supaya disunatkan. Di dalam adat Yahudi, pendidikan seorang anak sejak tidak lagi menyusu pada ibunya sampai akil balig, kira-kira usia 12-13 tahun menjadi tanggung jawab pihak ayah. Lukas masih menyampaikan suatu kisah lain, Yosef dan Maria menemukan kembali Yesus, yang ketika itu mencapai usia 12 tahun tertinggal di Bait Allah, sedang asyik berdiskusi dengan para guru dan ulama Bait Allah (Luk 2:41-'52). Matius menyebut Yosef sebagai tukang kayu (Mat 13:55). Setelah itu Yosef tidak dikisahkan lagi.

Sedangkan Penginjil Markus dan Yohanes sama sekali tidak membicarakannya sama sekali.

Kitab-kitab Apokrif memberi tambahan tentang kisah Yosef yang sering dihubungkan dengan keperawanan Maria. Dalam kitab-kitab tersebut ketika bertunangan dengan Maria, Yusuf ditampilkan sebagai seorang yang sudah lanjut usia. Pada abad ke-4 berkembanglah kisah Yosef sebagai tukang kayu yang dipilih oleh Allah untuk melindungi Maria dan mengasuh anaknya. Ia dikisahkan wafat pada usia 111 tahun, saat Yesus berumur 18 tahun dan belum memulai pelayanan-Nya kepada orang banyak. Para perupa dan seniman patung menggambarkan Yosef sebagai seorang ayah yang rendah hati, lemah lembut, tenang, dan bijaksana. Pada abad pertengahan ia ditampilkan sebagai seorang pekerja yang keras, sederhana, dan sebagai kepala rumah tangga yang bertanggung jawab.

Pada tahun 1481, Paus Sixtus IV menetapkan tanggal 19 Maret sebagai Pesta Santo Yosef. Paus Gregorius XV menetapkan Pesta Santo Yosef sebagai hari libur wajib. Pada abad XVIII nama Santo Yosef ditambahkan sebagai doa litani kepada orang-orang kudus. Pada tahun 1870, Paus Pius IX menetapkan Santo Yosef sebagai pelindung Geraja Katolik. Paus Pius XI, pada tahun 1937 mengangkatnya sebagai pelindung Gereja melawan paham ateisme. Sedang Paus Pius XII pada tangal 1 Mei 1955 menetapkan Santo Yosef sebagai pelindung para pekerja. Pesta ini dimaksudkan untuk menekankan keteladanan Santo Yosef dan luhurnya martabat pekerjaan sebagai tanda keikutsertaan manusia dalam karya penyelematanan Allah. Tahun 1961, Paus Yohanes XXIII menjadikan Santo Yosef sebagai pelindung surgawi Konsili Vatikan II.


Sumber  :  http://katekesekatolik.blogspot.it

Perbedaan Ajaran Ekaristi antara Gereja Katolik & Protestan


Perbedaan Ajaran Ekaristi antara Gereja Katolik & Protestan

Sejak awal Gereja mengalami berbagai perpecahan. Namun dalam sejarah Gereja tercatat dua perpecahan besar, yaitu :

1.         Pemisahan Gereja Timur (Ortodoks) dari Gereja Barat (Katolik Roma) pada tahun 1054 yang disebabkan perbedaan pandangan teologis khususnya yang berkaitan dengan hubungan  Roh Kudus dengan Bapa dan Putra, serta kedudukan Paus; dan

2.         Perpecahan di Gereja Barat akibat reformasi Protestan pada abad ke-16 yang disebabkan keberatan Martin Luther tentang iustificatio (pembenaran), kuasa hierarki, dan soal sakramen. Yang kemudian diikuti oleh Ulrich Zwingli dan Johanes Kalvin di Swiss, dan merambah ke Belanda dan Skotlandia. Di Inggris Raja Henry VIII mendirikan Gereja Anglikan.

Perpecahan Gereja tersebut tentunya juga menyebabkan perbedaan pandangan tentang berbagai hal. Salah satunya adalah perbedaan pandangan tentang perayaan Ekaristi. Melalui tulisan ini, saya mengajak untuk mengetahui perbedaan tersebut agar kita menjadi semakin yakin dengan apa yang kita imani. Mengingat terbatasnya tempat, saya akan membandingkan pandangan Gereja Katolik dengan pandangan Gereja Protestan yang kiranya dapat diwakili oleh pandangan Luther sebagai pelopor gerakan Reformasi.

Meskipun tidak merupakan soal pokok yang dilontarkan oleh Luther, namun ada perbedaan mendasar dalam pemahaman Luther tentang Ekaristi dengan pemahaman Gereja Katolik.

Gereja Katolik menanggapi perbedaan tersebut melalui Konsili Trente. Baik Luther maupun Gereja Katolik sama-sama meyakini realis praesentia (kehadiran Kristus dalam Ekaristi), tetapi Luther menolak pandangan Gereja Katolik bahwa roti dan anggur secara substansial berubah menjadi tubuh dan darah Kristus (transubtantiatio).

Menurut Luther, tubuh dan darah Kristus ada bersama roti dan anggur (consubtantiatio), yang berarti roti dan anggur adalah tubuh dan darah Kristus sejauh disantap – ketika tidak disantap maka roti dan anggur tetaplah roti dan anggur, bukan tubuh dan darah Kristus. Pandangan Gereja Katolik dirumuskan dalam Konsili Trente sebagai berikut : “dalam sakramen Ekaristi yang Mahakudus secara sungguh, nyata dan substansial ada tubuh dan darah Tuhan kita Yesus Kristus, bersama dengan jiwa dan keallahan-Nya, jadi seluruh Kristus” (DS 883/1651).

Kehadiran Kristus dalam Ekaristi, realis praesentia, sungguh nyata, bukan cuma lambang, sehingga yang ada bukan lagi roti dan anggur melainkan tubuh dan darah Kristus. Dalam Ekaristi terjadi “perubahan seluruh substansi roti menjadi tubuh dan seluruh substansi anggur menjadi darah, sedang yang tinggal hanyalah rupa roti dan anggur; perubahan ini oleh Gereja Katolik dengan tepat disebut trans-substantiatio” (DS 884/1652).

Dan kehadiran Kristus dalam roti dan anggur terjadi secara penuh, “di bawah masing-masing rupa dan di bawah setiap bagian dari kedua rupa tersendiri” (DS 885/1653), yang berarti bila hanya menyambut Tubuh saja atau Darah saja sudah menyambut Kristus secara penuh, bukan menyambut sebagian Kristus saja. Konsili Trente juga menegaskan bahwa kehadiran Kristus dalam Ekaristi bersifat tetap (DS 886/1654).

Artinya, roti dan anggur yang telah dikonsekrasi tetaplah tubuh dan darah Kristus, bukan hanya pada saat perayaan atau selama disantap saja.

Luther juga menolak pandangan Gereja Katolik bahwa Ekaristi adalah kurban. Mengapa? Karena bagi Luther kurban satu-satunya dalam Perjanjian Baru hanyalah salib Kristus, bukan Ekaristi. Sedangkan Gereja Katolik melalui Konsili Trente menegaskan bahwa Ekaristi adalah kurban yang tidak dapat dilepaskan dari kurban salib Kristus yang terjadi satu kali untuk selama-lamanya.

Ekaristi disebut kurban karena Ekaristi justru menghadirkan kurban salib Kristus tersebut, sekaligus membawa kurban silih dari Gereja. Dengan menghadirkan kurban salib Kristus Gereja bersyukur atas karya keselamatan Allah yang diterima melalu Kristus. Maka Ekaristi sering juga disebut kurban pujian.


Sumber  :  http://katekesekatolik.blogspot.it

Indulgensi


INDULGENSI


Ajaran Gereja Katolik mengenai Dosa

Setiap dosa mempunyai dua unsur, yakni : kesalahan dan hukuman dosa. Setiap dosa yang dilakukan manusia tidak hanya "melukai" hati Allah, tetapi juga meninggalkan luka-luka rohani pada jiwanya (kecenderungan pada dosa-dosa tertentu). Bagi orang yang melakukan dosa (berat maupun ringan) dan kemudian orang itu bertobat dan mohon ampun, maka Allah akan mengampuni kesalahannya. Tetapi untuk membersihkan jiwanya dari luka-luka rohani itu, Allah memberikan apa yang disebut hukuman sementara. Sedangkan bagi orang yang melakukan dosa berat tetapi ia tidak mau bertobat, maka Allah menyediakan bagi dia hukuman kekal di neraka (terpisah secara definitif dari Allah). Kesimpulannya : jika orang mendapat pengampunan dosa, yang diampuni adalah kesalahannya, sedangkan hukuman sementaranya tidak hilang.


Cara Menghilangkan Hukuman Sementara

Ada dua cara menghilangkan hukuman sementara, yaitu :

  • Dalam konteks Sakramen Tobat : Hukuman sementara bisa dijalani lewat penitensi (laku-tobat) yang ditentukan oleh imam. Penitensi tersebut bisa berupa matiraga, doa, ziarah, amal baik, memberi dana kepada Gereja, dan lainnya. Penitensi bisa berlangsung lama (bertahun-tahun) dan cukup berat. Sedangkan jika orang tidak sempat menjalani hukuman sementara tersebut semasa ia masih hidup, ia dapat menjalani/menyelesaikannya di api penyucian.

  • Di luar konteks Sakramen Tobat : Pembebasan dari hukuman sementara dapat diterima orang berkat doa Gereja. Pemberian keringanan dari hukuman sementara inilah yang disebut indulgensi (= "kemurahan hati").



Teologi Katolik mengenai Indulgensi

Dalam menjalani hukuman sementara, orang Kristen tidaklah sendirian. Yesus Kristus beserta seluruh Gereja-Nya bersedia membantu orang itu, asalkan orang itu mempunyai niat dan usaha yang baik juga. Atas doa Gereja, maka Yesus dan para kudus-Nya dapat meringankan bahkan menghapuskan seluruh hukuman sementara yang harus dijalani orang tersebut. Indulgensi diberikan berkat doa Gereja dan doa itu sungguh efektif karena Gereja mendapat kuasa untuk melepas dan mengikat dosa (bdk. Mat18:18; Yoh 20:22-23). Akan tetapi saja dalam hal penerimaan indulgensi dituntut sikap yang pantas dari si penerima. Sikap ini diungkapkan dalam perbuatan-perbuatan tertentu (misal : memberi sedekah, berdoa, dan sebagainya).

Ajaran mengenai indulgensi tertuang dalam ajaran Paus Paulus VI, Indulgentiarum Doctrina (1 Januari 1967), yang menjadi dasar Kitab Hukum Kanonik/Codex luris Canonici 1983 dan juga ajaran Katekismus Gereja Katolik yang terbaru. Dalam Kitab Hukum Kanonik (KHK) dikatakan bahwa "indulgensi adalah penghapusan di hadapan Allah dari hukuman-hukuman sementara untuk dosa-dosa yang kesalahannya sudah dilebur, yang diperoleh oleh orang beriman kristiani yang berdisposisi baik serta memenuhi syarat-syarat tertentu, diperoleh dengan pertolongan Gereja yang sebagai pelayan keselamatan, secara otoritatif membebaskan dan menerapkan harta pemulihan Kristus dan para kudus" (Kanon 992).

Dalam member! indulgensi, Gereja bermaksud bukan saja menolong umat beriman untuk menyilih hukuman sementara atas dosa yang telah diampuni kesalahannya, tetapi juga untuk mendorong kaum beriman agar melakukan perbuatan-perbuatan saleh, tobat dan cinta kasih, terutama perbuatan-perbuatan yang semakin mengembangkan iman dan kebaikan bersama (Indulgentiarum Doctrina no. 8,4). Barangsiapa rajin memperoleh indulgensi, orang itu harus berusaha berkembang dalam cinta kasih yang satu-satunya memberi nilai kepada perbuatan kita dan mengembangkan kemampuan kita untuk semakin mencintai Allah. Paus Paulus VI menegaskan bahwa indulgensi, bagi mereka yang menggunakannya secara tepat, membawa keuntungan sebagai berikut :

  • Orang didorong untuk menjadi rendah hati, sebab orang beriman itu mengerti bahwa dengan kekuatannya sendiri ia tidak dapat memulihkan kejahatan yang dilakukannya karena dosa.
  • Orang didorong juga untuk melakukan perbuatan cinta kasih, sebab indulgensi itu memberi pengertian tentang betapa eratnya hubungan seseorang dengan yang lain dalam Kristus, dan juga betapa besar pengaruh yang berasal dari kehidupan yang baik dari seseorang bagi orang lain, supaya mereka ini juga dapat bersatu secara lebih mudah dan lebih erat dengan Allah Bapa.


Norma-norma yang Berlaku untuk Memperoleh Indulgensi

Berdasarkan KHK kanon 993, indulgensi terdiri atas indulgensi sebagian (partial indulgence) kalau menghapus sebagian dari hukuman sementara, dan indulgensi penuh {plenary indulgence) kalau membebaskan manusia dari seluruh hukuman sementara.

Untuk memperoleh indulgensi, orang harus memiliki kehendak untuk memperolehnya dan mematuhi perbuatan-perbuatan lainnya yang tercantum dalam peraturan-peraturan Gereja. Indulgensi sebagian dapat diperoleh lebih dari satu kali sehari, kecuali ada ketentuan lain. Indulgensi penuh yang berkaitan dengan sebuah gereja atau "tempat ibadat" (oratorio), perbuatan yang harus dikerjakan adalah : mengunjungi tempat suci itu dan mengucapkan doa Bapa Kami satu kali dan Aku Percaya satu kali. Sedangkan untuk memperoleh indulgensi penuh, harus memenuhi persyaratan :

  1. menerima sakramen tobat : dapat dilaksanakan beberapa hari sebelum atau sesudah melaksanakan perbuatan yang ditentukan Gereja dengan satu Sakramen Tobat dapat diperoleh lebih dari satu indulgensi penuh.
  2. menerima komuni kudus : sangat diharapkan diterima pada hari yang sama dengan pelaksanaan perbuatan yang ditentukan Gereja. Satu komuni kudus hanya dapat diperoleh satu indulgensi penuh.
  3. mendoakan intensi Sri Paus : mendoakan satu kali Bapa Kami dan satu kali Salam Maria, dan diberi kebebasan mengucapkan doa lain menurut kesalehan dan devosi masing-masing sangat diharapkan diterima pada hari yang sama dengan pelaksanaan perbuatan yang ditentukan Gereja, satu intensi Sri Paus hanya dapat diperoleh satu indulgensi penuh.
  4. tidak lekat pada dosa apapun

Indulgensi bisa diberikan Gereja kepada jiwa-jiwa di api penyucian sehingga jiwa itu segera masuk surga dan indulgensi juga dapat diterima oleh orang yang masih hidup di dunia (KHK kanon 994). Otoritas Gereja menentukan perbuatan-perbuatan mana yang harus dilakukan orang untuk mendapatkan indulgensi (KHK kanon 996 § 2). Menurut Indulgentiarum Doctrina, perbuatan-perbuatan yang harus dilakukan untuk memperoleh indulgensi adalah :

  • Menyembah Sakramen Mahakudus (no. 3) : Orang beriman yang mengunjungi Sakramen Mahakudus diberikan indulgensi penuh jika kunjungan itu diperpanjang selama 30 menit; berkurang dari waktu itu memperoleh indulgensi sebagian. Doa meditasi selama 30 menit di hadapan Sakramen Mahakudus dalam tabernakel mendatangkan indulgensi penuh.

  • Pemberkatan apostolik (no. 12) : Diberikan indulgensi penuh kepada orang beriman yang menerima berkat apostolik langsung atau lewat radio/TV yang diberikan paus secara urbi et orbi atau berkat apostolik yang diberikan uskup (3 kali setahun) dalam kesempatan yang ditentukannya sendiri.

  • Kunjungan ke pemakaman (no. 13) : Orang beriman yang mengunjungi pemakaman dari tanggal 1 sampai dengan 8 November diberikan indulgensi penuh. Dalam kunjungan itu sekurang-kurangnya harus berdoa di dalam hati bagi yang sudah meninggal. Indulgensi ini diperoleh hanya untuk orang-orang yang sudah meninggal. Di hari lain, diperoleh indulgensi sebagian.

  • Menyembah salib (no. 17) : Orang beriman yang ikut dalam perayaan liturgi pada Jumat Agung untuk menyembah salib mulia dapat memperoleh indulgensi penuh.

  • Retret (no. 25) : Orang beriman yang mengadakan retret, minimum selama 3 hari penuh, dapat memperoleh indulgensi penuh.

  • Di saat kematian (no. 28) : Dengan berkat apostolik yang diberi oleh seorang imam di saat kematian, si sakit dapat memperoleh indulgensi penuh. Juga bila tidak ada imam, Gereja memberikan indulgensi penuh kepada orang yang sedang menghadapi sakrat maut asal orang itu selama hidupnya pernah mengucapkan doa-doa.

  • Alat-alat suci yang telah diberkati oleh paus atau uskup (no. 35) : Orang beriman yang menggunakan secara saleh pada Hari Raya Santo etrus dan Paulus (29 Juni), alat-alat suci yang telah diberkati paus atau uskup dapat memperoleh indulgensi penuh.

  • Komuni pertama (no. 42) : Orang beriman yang untuk pertama kali menyambut Sakramen Mahakudus, dan mereka yang ikut perayaan itu, dapat memperoleh indulgensi penuh.

  • Perayaan misa perdana seorang imam (no. 43 dan 49) : Diberikan indulgensi penuh kepada imam yang merayakan untuk pertama kali Perayaan Ekaristi; indulgensi ini diperoleh juga oleh kaum beriman yang ikut perayaan itu. Hal yang sama terjadi dalam perayaan 25, 50 dan 60 tahun imamat.

  • Doa rosario (no. 48) : Orang beriman yang berdoa rosario dapat memperoleh indulgensi penuh jika doa rosario diadakan di gereja, "tempat ibadat umum", komunitas religius, serikat-serikat pribadi, dan dalam keluarga. Indulgensi sebagian dalam kesempatan lain, dengan syarat : cukup mengucapkan 1/3 dari 15 misteri dan didoakan tanpa henti, sambil berdoa harus juga direnungkan misteri-misteri itu.

  • Membaca Kitab Suci (no. 50) : Diberikan indulgensi sebagian kepada orang beriman yang membaca Kitab Suci sebagai bacaan rohani sambil menghormatinya sebagai Sabda Allah. Jika bacaan Kitab Suci diperpanjang selama 30 menit diberikan indulgensi penuh.

  • Sinode para uskup (no. 58) : Diberikan sekali selama pertemuan itu indulgensi penuh kepada orang beriman yang mengunjungi gereja yang telah ditentukan untuk pertemuan sinode. Di gereja itu harus berdoa satu kali Aku Percaya dan satu kali Bapa Kami.

  • Jalan salib (no. 63) : Orang beriman yang berdoa jalan salib dapat memperoleh indulgensi penuh.

  • Kunjungan ke Gereja Paroki (no. 65) : Orang beriman dapat memperoleh indulgensi penuh kalau mengunjungi gereja paroki pada pesta pelindung paroki itu.

  • Pembaharuan janji baptis (no. 70) : Orang  beriman  yang  dalam  Perayaan  Malam  Paskah  ikut memperbaharui janji baptis dapat memperoleh indulgensi penuh. Begitu juga kalau diperbaharui pada hari ulang tahun pembaptisan sendiri.

Penutup

Yang perlu ditekankan di sini, indulgensi tidak boleh diukur secara matematika. Penyelewengan dalam praktek indulgensi menjadi salah satu faktor yang menyulut munculnya Gereja Reformasi (Protestan). Pada waktu itu orang bisa menerima indulgensi setelah memberi sejumlah uang kepada Gereja sebagai ungkapan tobatnya. Orang mendapat kesan seakan-akan indulgensi itu bisa dibeli dengan uang. Padahal, pemberian uang itu sekadar ungkapan dari sikap hati yang bertobat dan bukan pembelian indulgensi, apalagi pembelian pengampunan dosa. Pemberian indulgensi harus menghidupkan dalam diri orang beriman, kerinduan untuk semakin bertobat dan berkembang dalam cinta kasih adikodrati.


Sumber  :  http://katekesekatolik.blogspot.it